Rabu, 24 April 2013

MUKJIJAT AL-QURAN


                 


Alquran yang menjadi mu’jizat Nabi Muhammad SAW adalah bukti terkuat untuk saat itu atas kebenaran risalah Muhammad, keindahannya yang merupakan hal yang paling mudah dicerna oleh orang Arab yang notabene adalah pengagum karya sastra mengalahkan segala keindahan syair-syair kaum Quraisy. Meskipun sebenarnya tidak ada lagi alasan bagi orang kafir dan kaum Quraisy Mekkah juga kaum munafik Yahudi khususnya untuk tidak mempercayai kebenaran seruan Nabi Muhammad tapi mereka tetap tidak mengakui kebenaran risalah Muhammad.

Bangsa Arab yang hidup di semenanjung Arab adalah bangsa yang harus berusaha lebih untuk bertahan hidup, hal ini dikarenakan daerah yang tandus yang mereka diami tidak memberikan sumber kehidupan yang mencukupi. Mereka, mayoritas merupakan pedagang meskipun tidak juga sedikit yang hidup dari pertanian dan profesi lainnya. Perdagangan yang merupakan mayoritas pekerjaan orang Arab direkam dan dijadikan sebagai bahan ungkapan oleh Alquran. Banyak kata dan permisalan yang digunakan oleh Alquran “bersumber” dari istilah-istilah perdagangan seperti mitsqal, mizan, ajr, jaza’, yattajirun, hisab, robiha, khosiro dan lain sebagainya.[3]

 Definisi Mu’jizat.

Kata mu’jizat berasal dari bahasa Arab, ajaza yang merupakan kata dasarnya berarti lemah, tidak mampu atau tidak kuasa.[8] Kata ini merupakan kata kerja intransitif (lazim), kemudian dijadikan transitif (muta’addiy) dengan menambahkan huruf hamzah diawalnya atau dengan menambahkan tadi’efh, hingga menjadi a’jaza atau ajjaza yang berarti membuatnya lemah atau menjadikan tidak kuasa.[9] Kata a’jaza inilah yang kemudian dengan sighat ism fai’l berubah menjadi mu’jiz atau mu’jizatun, yang menurut etimologi berarti yang melemahkan.

Dalam buku Mukjizat Al-Qur’an, Quraish Shihab lebih lanjut menjelaskan bahwa pelaku yang melemahkan itu dalam bahasa Arab dinamai dengan معجِز (mu’jiz). Bila kemampuan pelakunya dalam melemahkan pihak lain sangat menonjol sehingga mampu membungkam lawan-lawannya, maka ia dinamai معجِزة(mu’jizat). Tambahan (ة ) pada akhir kata itu mengandung makna superlatif (mubalaghah).[10]

Mukjizat didefinisikan oleh kebanyakan pakar agama Islam sebagai “suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau membuat hal serupa, namun mereka tidak mampu untuk membuatnya.” Sebagaimana diungkapkan oleh Al-Suyuthi dalam Al- Itqan ;

المعجزة : أمر خارق للعادة ، مقرون بالتحدى ، سالم عن المعارضة ، وهي إما حسية وإماعقلية. [11]

Menurt Manna Qatthan kata mu’jizat berarti hal yang luar biasa yang tampak pada seorang rasul ataupun nabi yang tidak mungkin untuk ditandingi,[12] Louis Ma’luf juga mengatakan hal tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas. Memang tidak begitu banyak perbedaan yang mendasar tentang defenisi Mu’jizat ini.

Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menantang kaum Quraisy untuk menandingi keindahan Alquran dari segala sisinya. Paling tidak ada empat ayat yang merupakan tantangan bagi mereka yang tidak mempercayai kebenaran Alquran saat itu, keempat ayat itu adalah:

و إن كنت 605; فى ريب مما نزلنا على عبدنا فأتوا بسورة من مثله و ادعوا شهداءكم من دون الله إن كنتم صادقين ( البقرة : 24 )

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Alquran yang kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.( al-Baqarah: 24 )

أم يقولون افتراه قل فأتوا بسورة مثله و ادعوا من استطعتم من دون الله إن كنتم صادقين ( يونس : 37 )

Atau (patutkah) mereka mengatakan “ Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah : “(kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. ( Yunus : 38)

ام يقولون افتراه قل فأتوا بعسر سور مثله مفتريات و ادعوا من استطعتم من دون الله إن كنتم صادقين ( هود : 13 )

Bahkan mereka mengatakan :” Muhammad telah membuat-buat Alquran itu”, katakanlah:”( kalau demikian ), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.( Hud : 13)

فليأتوا بحديث مثله إن كانوا صادقين ( الطور : 34 )

Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal dengan Alquran itu jika mereka orang-orang yang benar (At-at-Thur : 34)

Tapi ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ayat yang merupakan tantangan untuk membuat tandingan Alquran hanya ada tiga ayat, dalam arti tiga tingkatan. Seperti Manna Qaththan yang mengatakan memberikan tiga tingaktan tantangan dengan empat ayat, yang pertama adalah Al-Isro ayat 88 yang berbunyi:

قل لئن اجتمعت الإنس و الجن على أن يأتوا بمثل هذا القرأن لا يأتون بمثله و لو كان بعضهم لبعض ظهيرا

Artinya: katakanlah:”sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka menjadi pembantu dengan yang lainnya”

Diteruskan dengan membuat sepuluh surat saja pada surat Hud ayat 13, yang kalau itu juga mereka tidak mampu maka diteruskan untuk membuat satu surat saja yaitu pada surat Yunus ayat 38 yang kemudian diulangi pada surat al-Baqarah ayat 24.[13]

Sisi Kemu’jizatan Al-Qur’an.

Sisi kemu’jizatan Alquran ini adalah salah satu hal yang sangat variatif, banyak terdapat perbedaan pendapat tentang apa saja yang menjadi mu’jizat Alquran itu, sebagian mengatakan bahasanya dan kandungannya, sebagian lagi mengatakan bahkan satu hurufnya saja merupakan mu’jizat, kandungannya terhadap teori-teori ilmiah.

Dalam buku “Membumikan Alquran”, Quraish Shihab menjelaskan paling tidak ada tiga aspek dalam Alquran yang dapat menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad saw., sekaligus menjadi bukti bahwa informasi atau petunjuk yang disampaikannya adalah benar-benar bersumber dari Allah swt. Ketiga aspek tersebut akan lebih meyakinkan lagi, bila diketahui bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang yang pandai membaca dan menulis, ia juga tidak hidup dan bermukim di tengah-tengah masyarakat yang relatif mengenal peradaban, seperti Mesir, Romawi atau Persia. Ketiga aspek tersebut adalah pertama, aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya. Kedua, pemberitaan-pemberitaan gaibnya, dan yang ketiga isyarat-isyarat ilmiahnya.[14]

Bila diteliti lebih lanjut pendapat para mufassirin tentang i’jaz Al-Quran, maka akan didapati pendapat mereka yang sangat variatif. Sebagian mufassirin, diantaranya Imam Fakruddin, az-Zamlukany, Ibn Hazam, al-Khutabi berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Quran karena fashahat dan balaghat–nya secara keseluruhan. Sedangkan yang lain seperti al-Marakasy berpendapat bahwa I’jaz tersebut disebabkan ia memiliki unsur-unsur keteraturan, kesinambungan dan penyusunan yang berbeda dengan kaedah-kaedah bahasa konvensional kalam Arab. Dalam hal ini, sulit bagi mereka (orang Arab) untuk mengetahui rahasia-rahasia i’jaz Al-Quran, baik mereka lihat dari sisi syairnya, balaghatnya, khitabnya dan lain sebagainya, sekalipun diantara mereka adalah orang-orang yang ahli dalam sastra dan bahasa.[15]

Ada juga sebagian mufassir yang lain melihat I’jaz Alquran tersebut dari sisi prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya, khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan sosial (al-ijtima’iyyat), politik (al-siyasat) dan norma-norma (al-akhlaqiyat). Aspek-aspek tersebut bagi masyarakat Arab saat itu adalah sesuatu yang belum pernah terpikirkan mereka sebelumnya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Alquran membawa informasi-informasi baru yang di luar perkiraan manusia. Dari sini jelas bahwa Alquran mengandung dasar-dasar dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yang pada dasarnya tidak mungkin dihasilkan oleh seorang Muhammad yang “ummi” (menurut sebagian besar ulama)[16]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar